Mesin Pencari Mabyaz

Duta Dakwah Mabyaz

Duta Dakwah Mabyaz
Duta Dakwah Mabyaz

Senin, 24 September 2012

Sandiwara Langit, Sebuah Kisah Nyata Bertabur Hikmah Penyubur Iman

Cuplikan bagian akhir..

Ending Yang Mengharukan

...
Halimah mengikuti Rizqaan dari belakang. Rizqaan duduk di sisi sebelah kiri dari arah depan, sementara Halimah di sebelah kanan meja. Mereka duduk sejajar, namun di antar mereka ada sebuah meja yang membatasi. Halimah langsung membuka pembicaraan.
“Abuya..”
“Maaf, aku belum menjadi suamimu lagi..” Sela Rizqaan.
“Izinkan aku tetap memanggilmu abuya. Aku tak terbiasa dengan panggilan lain.”
“Baiklah. Ada apa adinda?”
“Abuya. Abuya siap menikahiku lagi?”
“Adinda Halimah, kenapa aku tidak siap? Dari dulu aku tak pernah berniat menceraikanmu. Aku senantiasa mencintaimu. Hanya karena kita bukan lagi suami istri, aku selalu minindih rasa cintaku itu sekuat mungkin. Tapi bila diberi kesempatan menikahimu lagi, aku tak mungkin menolak.”
...

 
...
“Dokter mengklaim, bahwa usiaku tak akan lebih dari 3-4 bulan saja..” kembali Halimah menangis.
...
...
Saat itu juga, mereka masuk. Lalu tanpa menunggu waktu lama, mereka dinikahkan….
...
...
“Berjanjilah abuya…”
“Aku berjanji adinda. Tanpa berjanji pun, ketaatan kepada Allah adalah janji seluruh manusia saat mereka berada dalam perut ibu mereka.” Ujar Rizqaan
Alhamdulillah….”
“Abuya… tabir itu mulai terbuka… Aku mencintaimu, abuya. Abuya tak perlu meragukan cintaku. Tapi aku lebih merindukan Allah. Bila ini kesempatanku bersua dengan-Nya. Aku tak akan menyia-nyiakannya sedikitpun….”
“Adinda…”
Laaa ilaaaaha illlallah … muhammadurrasulullah…
“Adinda…”
Laaa ilaaaaha illlallah … muhammadurrasulullah…
Laaa ilaaaaha illlallah … muhammadurrasulullah…
Laaa ilaaaaha illlallah … muhammadurrasulullah…

Suara tahlil itu mengalun lembut dan syahdu dari mulut Halimah. Terus menerus. Semakun lama, semakin lemah. Namun semakin syahdu. Sampai akhirnya suara terakhir terdengar, masih sama, “Laaa ilaaaaha illlallah … muhammadurrasulullah…
Usai berakhirnya suara itu, nafas Halimah terhenti. Di tengah keheningan kamar di rumah mereka, yang masih tercium bau catnya, karena belum lama dibangun, Halimah menghembuskan nafas terakhirnya. Sang Ibu menjerit. Sang bapak menangis. Rizqaan juga tak kuasa menahan air matanya yang tiba-tiba mengalir deras. Pernikahannya dengan Halimah yang merupakan masa kembalinya kebahagiaannya yang beberapa saat nyaris lenyap, kini nyaris terenggut kembali. Tapi kepergian Halimah dengan kondisi yang menyemburatkan aura Surga, membuat hatinya terasa nyaman. Ia bersedih, tapi juga berbangga dengan istrinya. Kesedihannya pupus perlahan karena rasa bangga bercampur rasa iri yang menyejukkan jiwa. Betapa berbahagianya Halimah.

Tak lama kemudian, adzan Magrib terdengar. Mereka mendengarkannya dengan khusyu’. Saat lantunan adzan berhenti, bapak Halimah mendekati Rizqaan. Ia menatap menantu yang sekian lama ia kecewakan. Sekian lama ia perangkap dalam kesukaran dan penderitaan. Pria yang -dengan izin Allah- telah mengubah wujud putrinya, sehingga menjelma menjadi wanita shalihah begitu setia pada kebenaran. Ia menatap pemuda itu. Air matanya menetes tak terbendung. Penyesalan membuncah hingga nyaris membakar otak. Ia nyaris bisu dalam suasan hati yang kuyup penyesalan.

“Duhai, seandainya aku masih memiliki putri yang lain. Pastilah aku akan menikahkannya denganmu, ananda,” ujar bapak Halimah, kepada Rizqaan.
“Halimah, sudah cukup bagiku pak. Nikahkanlah aku kembali dengan putrimu itu pak?”
“Aku sudah melakukannya dua kali ananda…”
“Cobalah untuk ketiga kalinya pak…” ujar Rizqaan lirih.
“Itu bukan lagi hakku ananda. Biarlah Allah yang akan menikahkanmu dengannya di Surga kelak. Relakanlah kepergiannya saat ini. Semua kita toh pasti akan mati juga. Gapailah Surga dengan amal ibadahmu. Dengan ketulusan hatimu. Hanya dengan itu Allah akan berkenan mempertemukan dirimu kembali dengannya…”
Rizqaan tersenyum,
...

Inilah cuplikan dari buku Sandiwara Langit, yang ditulis oleh seorang Ustadz, Abu Umar Basyier, yang merupakan kisah nyata yang pernah sampai kepada beliau, sebagaimana yang beliau paparkan di akhir buku ini. Kisah seorang Rizqaan yang menikahi Halimah, dengan dipersyaratkan oleh bapaknya untuk memberikan kemapanan hidup selama 10 tahun, atau bila tak terpenuhi ia harus menceraikannya. Jatuh bangun Rizqaan untuk memenuhi syarat tersebut -dari usahanya menjajakan roti keliling-, hingga ia -hampir- memenuhinya, namun qadarullah, Allah berkehendak lain atas kemapanan hidup yang diberikan Rizqaan, sehingga ceraipun tak terelakkan. Sungguh 10 tahun bukanlah waktu yang singkat, tuk dapat merelakan perceraiannya dengan istri tercinta. Namun Allah mempunyai maksud tersendiri atas "Sandiwara" ini, dan cuplikan diatas adalah sekilas cuplikan dibalik kehendak-Nya yang Maha Bijaksana.

Alangkah tepatnya judul buku ini “Sandiwara Langit”, dan itulah makna kehidupan. Dimana semua jiwa yang pernah “hidup”, seolah-olah ia sedang menjalankan perannya di dunia, yang tentu bukan sekedar peran biasa, peran yang kita semua tak ketahui alur ceritanya, peran yang seluruh adegannya terasa oleh jiwa, tertanam dalam hati, dan tersimpan dalam ingatan, peran yang jauh dari kepura-puraan yang tak diketahui oleh Sang pemilik Sandiwara, peran yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta, yang Dia tak sekedar menciptakan ceritanya, bahkan kepada setiap jiwa yang berperan di dalamnya, peran yang berujung kepada hisab (perhitungan) dan tanggung jawab yang berpulang kepada mereka yang memerankannya, bukan kepada Dzat yang Maha memiliki Kesempurnaan lagi Maha Mencipta, karena inilah "Sandiwara Langit".

Inilah buku, yang sarat akan hikmah dari sebuah cuplikan “Sandiwara Langit” dari sekian banyak “Sandiwara-sandiwara” yang ada, termasuk sandiwara yang kita berperan didalamnya, dimana satu peran terkadang memerankan “cerita sandiwara” yang lebih baik dari “cerita” peran lainnya. Namun demikian bagaimanapun “cerita” yang diperankan, semua terkandung pelajaran, dan itulah hikmah kehidupan, termasuk Sandiwara yang dipaparkan dalam buku ini. Penulis seolah ingin menyampaikan, nilai-nilai hikmah sebagai penyubur keimanan kita, dalam bentuk sebuah kisah Nyata. Karena terkadang hati dan pikiran, terasa lelah dan jenuh dengan buku-buku Hikmah yang tersaji dalam bentuk sistematis, bab-per-bab, terlebih bila disajikan dengan ketegasan manakah yang halal dan yang haram. Penulis seolah-olah hendak menyajikan sebuah saung peristirahatan, namun dengan tetap  me-langlang buana-kan hati dan akal pembacanya sembari memetik hikmah disetiap kisahnya.

Adakah yang ingin menghirup aroma satu dari sekian banyak hikmahnya "Sandiwara Langit"?

Profil buku:

Judul : Sandiwara Langit, Sebuah Kisah Nyata Bertabur Hikmah Penyubur Keimanan
Buku best seller, hingga Januari 2012 telah dicetak hingga cetakan ke-12
Penulis : Abu Umar Basyier (bukan Abu Bakar Ba’asyier, pemimpin pesantren Ngruki itu lho..)
Penerbit :Shafa Publika
Tebal : xix + 212 hal, soft-cover
Tambahan : telah terbit juga Sandiwara Langit 2, “Meniti Diatas Kabut
Harga Katalog : Rp. 28.000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi ikhwan/pengunjung sekalian untuk menuliskan komentar, pertanyaan, konfirmasi atau pemesanan.

Entri Populer